KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja di Rumah Sakit dan fasilitas medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di Rumah Sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, misalnya perlindungan terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/Klinik maupun Rumah Sakit, Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit juga berkosentrasi pada keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety.

1.2     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2.      Apa bahaya yang sering ditemukan di Rumah Sakit?
3.      Bagaimana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
4.      Bagaimana training kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit?
5.      Bagaimana peran Dinas Kesehatan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit?

1.3     Tujuan
1.      Dapat mengetahui definisi kesehatan dan keselamatan kerja.
2.      Dapat mengetahui bahaya yang sering ditemukan pada Rumah Sakit.
3.      Dapat mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
4.      Dapat mengetahui training kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit
5.      Dapat mengetahui peran Dinas Kesehatan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Definisi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat mengurangi kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal tersebut, maka Rumah Sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Rumah Sakit, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Rumah Sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah Sakit.
Potensi bahaya di Rumah Sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Rumah Sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut tentu mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Rumah Sakit.

2.2    Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu misalnya bahaya infeksi, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam Rumah Sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
a.       Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat-obatan).
b.      Bahan beracun dan korosif.
c.       Bahaya radiasi.
d.      Luka bakar.
e.       Shock akibat aliran listrik .
f.       Luka goresan akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
g.      Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain: dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Di Indonesia, beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas Rumah Sakit yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih, dermatitis serta nyeri tulang belakang, juga terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas Rumah Sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain yaitu: penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain (seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Rumah Sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu. Untuk mencapai itu semua, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di Rumah Sakit, baik bagi pengelola maupun karyawan Rumah Sakit.

2.3    Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan (malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi:
1)      Planning (perencanaan)
2)      Organizing (organisasi)
3)      Actuating (pelaksanaan)
4)      Controlling (pengawasan)

1)      Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit dan instansi kesehatan. Perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien-perawat/dokter, serta masyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:
·         Apa yang dikerjakan
·         Bagaimana cara mengerjakannya
·         Mengapa dikerjakan
·         Siapa yang mengerjakan
·         Kapan harus dikerjakan
·         Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
·         Hubungan timbal balik (sebab-akibat)
Kegiatan kesehatan (Rumah Sakit/instansi kesehatan) sekarang tidak lagi hanya dibidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan dibidang pendidikan dan penelitian juga metode-metode yang dipakai semakin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi dalam (Rumah Sakit/instansi kesehatan) semakin besar. Oleh karena itu, usaha-usaha pengamanan kerja di Rumah Sakit/instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan.
2)      Organizing (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat Rumah Sakit/Instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), disamping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja Rumah Sakit/instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
ü  Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan.
ü  Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan keamanan kerja di Rumah Sakit/instansi kesehatan.
ü  Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan.
ü  Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin Rumah Sakit/instansi kesehatan.
ü  Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu Rumah Sakit/instansi kesehatan.
Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan Rumah Sakit/instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit/Instansi Kesehatan.
3)      Actuating (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang sinkron sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam Rumah Sakit/instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam Rumah Sakit/instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
4)      Controlling (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan perlu diperhatikan 2 prinsip pokok yaitu :
§  Adanya rencana
§  Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di Rumah Sakit/instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam Rumah Sakit/instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan Rumah Sakit/instansi kesehatan yang tugasnya antara lain:
A.    Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek Rumah Sakit/instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
B.     Memastikan semua petugas Rumah Sakit/instansi kesehatan memahami cara-cara menghindari resiko bahaya dalam Rumah Sakit/instansi kesehatan.
C.     Melakukan penyelidikan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
D.    Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja Rumah Sakit/instansi kesehatan .
E.     Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.

2.4    Training Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Karena terlalu banyak kasus kecelakaan kerja di Rumah Sakit yang dikarenakan berbagai faktor dan sebab dari kurangnya pengetahuan sumber daya Rumah Sakit terhadap keselamatan, juga disebabkan karena kurangnya fasilitas medis perlu diperhatikan sedemikian rupa. Sosialisasi pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit salah satunya bisa dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh sumber daya manusia yang ada untuk mengikuti training Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Untuk terlaksananya program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak manajemen Rumah Sakit perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dengan penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit yang baik dan benar maka berbagai kasus kecelakaan kerja dapat diminimalisasi.
Tujuan training Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah untuk memberikan pembekalan dan pemahaman kepada peserta yang diharapkan:
v  Setelah mengikuti training Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit ini, peserta yang terlibat diharapkan mampu untuk mengelola sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
v  Peserta mampu membuat, mendokumentasi, serta merencanakan program-program Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk disosialisasikan pada masing-masing instansi demi meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pelanggan
v  Mampu merencanakan dan melakukan perbaikan terkait dengan sarana dan prasarana safety di Rumah Sakit serta mampu mengefektifkan kegunaannya semaksimal mungkin untuk menangani sekaligus mencegah timbulnya kecelakaan kerja di Rumah Sakit

2.5      Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan
1.      Peraturan Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 Pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumah Sakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik Rumah Sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola, Rumah Sakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana lemahnya komitmen Rumah Sakit dalam hal ini : K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai otonom maka, pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah
2.      Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumah Sakit
Penelitian mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur bahwa Rumah Sakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS.
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan selama ini dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan. Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu Rumah Sakit.

BAB 3
PENUTUP
3.1    Kesimpulan 
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam Rumah Sakit: bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat-obatan), bahan beracun, korosif, bahaya radiasi, luka bakar, shock akibat aliran listrik, luka goresan akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam dan bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

3.2   Saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kami mohon kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA
Feris-inolva.blogspot.co.id/2013/03/makalah-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html
Ners-binahusada.blogspot.co.id/2011/10/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-rumah.html
Nadzibillah.blogspot.co.id/2013/09/peranan-k3-kesehatan-dan-keselamatan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL BISNIS

KOORDINASI DAN PENGARAHAN

SKN: SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN